Kamis, 27 Februari 2014

  Baru saja membaca berita di media online  bahwa bu Risma sudah pamitan mundur ke jajaran SKPD pemerintahan kota Surabaya. Ini diungkapkan Bu Risma ketika menemui ibu-ibu pengajian yang datang ke kantor Walikota Surabaya ini.
Saya kaget juga membacanya. Saya kira masalahnya sudah selesai, dan Bu Risma kembali bertugas di kantornya dengan tenang. Karena saya membaca Bu Risma dengan wakilnya sudah ketemu dengan Ibu Mega.  Kirain  sudah ada MOU kali ma pak Wisnu, kira-kira begimana pola kerjanya.
Tetapi ternyata Bu Risma tetap mau mundur. Waduh, sebenarnya sayang, apalagi Surabaya sedang melaju berkompetisi menjadi kota terbaik dunia di Lee Kuan Yew Award 2014, dan katanya sudah masuk 5 besar.
Berarti tetap ada masalah yang menganjel bu Risma. Memang, Bu Risma dalam menjalankan kerja sebagai Walikota disebut ‘tanpa kompromi’. Makanya bisa, Surabaya bikin moratorium larangan 5 tahun untuk pabrik/industri. Pabrik dipersilahkan di luar Surabaya saja. Bahkan jalan tol tengah kota yang sudah keputusan pusat saja Bu Risma menolak, dan kasus lainnya.  Kalau gampang kompromi, mesti Surabaya tidak akan seperti ini. Tanpa kompromi juga bagi Bu Risma persoalan wawali ini. Makanya lebih baik mundur.
Dan dukungan yang ada, termasuk dari ibu-ibu pengajian yang bilang,’ Jangan mundur Bu, banyak anak-anak kami yang miskin Ibu sekolahkan, orang-orang miskin Ibu pelihara.” Apakah dukungan ini akan bisa membuat Bu Risma bertahan?
Tetapi yang jelas, spanduk #Save Risma saja disuruh turunin oleh Bu Risma. Kalau saya memang merasa, sebaiknya ibu Risma memang mundur saja, jika memang tidak merasa cocok dengan wakilnya. Serahkan saja Surabaya untuk dikelola oleh wakilnya tersebut. Warga Surabaya juga bisa melihat, bisa gak Surabaya makin bagus ditangannya?
Bu Risma bisa berkiprah lebih ke tingkat nasional. Kiprah tersebut bisa melalui PDIP jika PDIP memang mau mengangkat lagi orang-orang bagus yang terpilih melalui partainya. Tetapi kalau PDIP sendiri tidak mau mengangkat lagi Bu Risma, apakah tidak boleh partai lain melirik atau mengangkat beliau ke level nasional?
Atau PDIP berkoalisi dengan partai lain dengan cara yang unik. Misalnya declare Capres-cawapres lintas partai seperti ini: PDIP mengusung = Capres (PDIP) - Cawapres (Partai X),  sementara Partai X mengusung = Capres (Partai X) - Cawapres (PDIP). Jika declare dari awal, bisa jadi koalisi ini akan menarik masyarakat untuk memilih kedua partai ini, asalkan kedua tokoh yang diajukan oleh PDIP dan  partai X tersebut adalah orang yang selama ini memang mencuri hati masyarakat.
Eh itu saran ngawur ding, hehee. Yang jelas, masa kalau PDIP sendiri tidak lagi mempertahankan atau mengangkat Bu Risma yang seorang teknorat atau birokrat yang terbukti berhasil membawa kemajuan signifikan di Surabaya, partai lain gak boleh mengangkat? Sayang, Indonesia sangat membutuhkan orang-orang seperti Bu Risma

0 komentar:

Posting Komentar